Kretek ternyata bukan hanya sekadar rokok. Mark Hanusz, penulis buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes (Jakarta: Equinox, 2000), menyebut “kretek bukan rokok, bukan pula cerutu!” meski sama-sama berbahan baku tembakau, namun kretek juga mengandung bahan baku lain yang tak dimiliki oleh jenis lain manapun. Dan itulah cengkeh yang tentu hanya Indonesia yang punya.
Soal penamaan kretek, ini disebabkan bunyi yang ditimbulkan dari pembakarannya yang berbunyi ‘kretek…kretek’ ketika dihisap. Bunyi ini keluar karena efek terbakarnya potongan biji cengkeh yang tergulung dan bercampur dengan rajangan kering daun tembakau di dalamnya (KRETEK, 2010:viii). Inilah uniknya benda yang bernama kretek, sekali lagi.
Seorang Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1950-an pernah bertutur demikian;
Konon, salah seorang ‘Bapak Pendiri’ negara ini saat menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Inggris, menghisap kreteknya di satu perjamuan diplomatik di Kota London. Anehnya aroma yang dihembuskan oleh kretek memancing seorang Diplomat Barat untuk menegurnya demikian; “Tuan menghisap apa itu?” The Grand Oldman—julukan Agus Salim—langsung menjawab: “Inilah yang membuat nenek moyang Anda sekian abad lalu datang dan kemudian menjajah negara kami” (KRETEK, 2010:ix).
Agus Salim lalu berujar, karena kretek tak lain adalah cengkeh (Eugenia Aromatica), rempah-rempah legendaris yang, secara esensi, menjadi sumber kolonialisme Eropa atas Asia, termasuk Indonesia. Melalui para saudagar Arab dan Cina yang telah lebih dahulu menemukan sumber tanaman itu di Kepulauan Maluku (ternate, Tidore, dan Ambon). Kemudian para penjajah Eropa yang ikut-ikutan latah menguasai dan menjajah nusantara ini(KRETEK, 2010:ix).
Kecil bahkan sepele tapi punya daya pikat yang luar biasa. Sampai-sampai Barat rela berkelana jauh ke Asia hanya demi barang yang satu ini. Inilah dia sang maestro Eugenia Aromatica. Satu produk asli bumi pertiwi yang begitu mendunia. Barang yang, paling tidak, membuat Barat menjadi inkonsisten. Jika Barat kini menggembar-gemborkan kampanye anti-rokok, mereka tak sadar karena dulu merekalah yang gencar berburu barang asli negeri ini. Ironis.
*Sebagian isi diadopsi dari Majalah KRETEK, ed. 2010.
Adang
February 7, 2012
menarik sekali bahasannya. saya pecinta kretek…
kunjungi juga Blog saya
LikeLike
nurediyanto
February 7, 2012
mksh bung adang. ternyata benda yg satu ini luar biasa, salah satu alasan kolonialisme barat ya kretek ini.
salam kenal bung adang 😀
LikeLike
Mukti Effendi
February 7, 2012
baru tahu cerita ini, Konon, salah seorang ‘Bapak Pendiri’ negara ini saat menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Inggris, menghisap kreteknya di satu perjamuan diplomatik di Kota London. Anehnya aroma yang dihembuskan oleh kretek memancing seorang Diplomat Barat untuk menegurnya demikian; “Tuan menghisap apa itu?” The Grand Oldman—julukan Agus Salim—langsung menjawab: “Inilah yang membuat nenek moyang Anda sekian abad lalu datang dan kemudian menjajah negara kami”. Benar-benar diplomatis dan menohok hati para penjajah. he he he
LikeLike
Rasimun Way
February 7, 2012
bagus infonya, terimakasih telah berbagi..salam
LikeLike
Albab
February 7, 2012
kata-katanya agus salim dalem banget ituu…
ternyata kretek berbeda dengan rokok yah, baru tahu saya
salam hangat selalu dari Albab’s Blog
LikeLike
Albab
February 7, 2012
kata kata agus salim yang terakhir mak jleb banget..
oh ternyata kretek itu beda sama rokok yah, baru tau saya…
LikeLike
pinang babaris
February 7, 2012
cengkeh, rokok krektek dan seorang tokoh besar Indonesia…..hmhmhm sajian yang menarik…..
LikeLike
nurediyanto
February 8, 2012
memang belum banyak yang tau kalo kretek itu beda sama rokok. kretek identik dengan cengkeh, karena biasanya rokok itu ada yang tidak bercengkeh (just tobacco). saya terinspirasi dari majalah kretek edisi 2010.
salam kenal buat semuanya. Be creative 😀
LikeLike