Penerapan 4 Pilar yang Keliru

Posted on September 29, 2013

0



4 pilar Kebangsaan (dok. bebas)

4 pilar Kebangsaan (dok. bebas)

Atas dasar pemikiran Ketua MPR RI lah, Taufiq Kiemas, 4 Pilar Kebangsaan menjadi populer. Kini generasi penerus bangsa diingatkan kembali akan 4 hal yang menjadi pilar dalam berbangsa dan bernegara. 4 Pilar Kebangsaan tersebut adalah, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Kita tentu, sebagai generasi muda bangsa, patut mengapresiasi langkah sang tokoh bangsa tersebut.

Keempat pilar tersebut sejatinya sudah ada puluhan tahun silam. Setidaknya semenjak Indonesia merdeka kita sudah punya itu. Lalu, kenapa harus kembali diingatkan? Karena kita lupa atau melupakan empat pilar penting tersebut. Namanya juga diingatkan kembali, itu artinya kita sudah lama lupa atau juga melupa akan hal itu. Bagaimana mungkin suatu filosofi dan pegangan hidup bangsa bisa dilupakan dengan gampangnya. Padahal dahulu para founding father kita dengan susah payahnya membuat dan berpikir keras tentang bangunan yang bernama Indonesia. Uh, dasar generasi pelupa!

Wajar saja jika kini kita seperti kehilangan arah. Tak tahu harus kemana melangkah. Pada akhirnya harus Korea, Amerika, Jepang, dan negara-negara lain lah yang menjadi kompas penunjuk arah. Sejatinya, jauh-jauh hari God Bless sudah mengingatkan kita lewat lagunya Bara Timur,

“Disini semua ilmu menjadi bumi. Disana semua ilmu menjadi api. Tengoklah kesini. Tak seharusnya kesana”.

Barangkali saat itu kita sudah lama menjadikan Barat sebagai kiblat kita. Oleh karena itu, God Bless mengingatkan kita untuk kembali lagi ke Timur—kepada identitas sejati kita.

Generasi muda kini menjadi tidak bangga mengaku Indonesia. Coba saja request ke anak-anak kecil usia sekolah dasar untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dijamin mereka hanya akan bengong. Atau tanya ke anak usia SMP untuk menyebutkan kelima butir Pancasila, pasti hanya sila ke-1 dan ke-3 yang mampu mereka hapal. Atau tanya ke anak usia SMA tentang bagaimana sejarah bangsa ini terbentuk, paling hanya hitungan jari yang bisa menjawabnya. Bangga berarti tahu dan mampu mengaku serta mengaplikasikannya. Kita bangga terhadap bangsa berarti harus tahu apa itu Indonesia dan mampu melestarikan budayanya sekaligus. Tapi, yang terjadi adalah sebaliknya.

Generasi muda kini memang pandai menghapal tapi minim mengamal. Kita menjadi gagap akan bangsa sendiri. Tak mampu belajar sejarah. Pun tak sanggup melestarikan warisan nusantara. Cita-cita para pendiri bangsa yang seharusnya kita teruskan menjadi kabur oleh pengaruh kebudayaan asing yang masuk. Jika sudah seperti ini, langkah mengenalkan dan memopulerkan 4 Pilar Kebangsaan menjadi strategis dilakukan. Boleh saja zaman meringsek maju dan teknologi kian canggih, asalkan kita tidak menjadi kacang yang lupa kulitnya, Indonesia.

Tapi kok cara penanaman 4 pilarnya hanya sebatas pada diskusi, seminar, talk show, atau hanya lomba cerdas cermat saja ya?

Saya sih menganggapnya semua cara itu hanya berefek sesaat. Ibarat mengelem besi dengan lem kertas, hanya menempel sesaat dan dalam hitungan detik bakal lepas lagi. Kenapa gak memakai cara-cara yang lebih powerful. Kenapa hanya mendatangkan para tokoh untuk seminar ke kampus-kampus di depan puluhan mahasiswa dan bicara soal apa itu 4 Pilar Kebangsaan. Atau hanya melakukan lomba cerdas cermat di kalangan pelajar dan mengetes mereka soal pengetahuan akan bangsanya.

Apa tidak ada cara lain?

Kita memang selalu terfokus pada menghapal bukan mengamal, sekali lagi. Apakah tidak lebih baik jika pelajar (SD, SMP, SMA) diajarkan tentang gotong royong pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Biar mereka mampu mengaplikasikan 4 pilar dengan lebih efektif daripada hanya sekadar menghapal bait Pembukaan UUD 45. Atau memasukkan mata kuliah soal toleransi kepada para mahasiswa agar gak saling tawuran dan demo rusuh saja mereka-meraka itu. Biar bagaimanapun juga mengajarkan lewat penerapan nilai-nilai itu lebih mengena dibandingkan hanya menyuruh para generasi muda untuk menghapal kulitnya saja.

Banyak sekali nilai yang terkandung dalam setiap warisan budaya bangsa yang merupakan saripati dari 4 Pilar Kebangsaan. Mulai dari menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, mengajarkan kembali permainan tradisional yang sarat makna dan Indonesia banget, sampai pada semenjak dini mengenalkan corak dan ragam budaya bangsa. Deretan langkah ini yang menurut saya bakal lebih powerful lagi dalam memopulerkan 4 Pilar Kebangsaan ketimbang hanya seminar dan lomba cerdas tangkas semata. Tentu saja, semangat kembali ke timur untuk memupuk kecintaan terhadap bangsa dan negara sejak dini patut dilakukan oleh semua rakyat Indonesia.

Yah, semoga saja Indonesia kembali menjadi bangsa maritim. Bangsa pengarung yang senantiasa jaya. Jalesveva Jayamahe!